Senin, 15 November 2010

MERAPI


Warga Merapi Mengungsi Sampai Sidoarjo
Senin dini hari, 35 warga Merapi tiba di Sidoarjo, hanya berbekal baju di badan mereka.
KAMIS, 11 NOVEMBER 2010, 13:55 WIB
Elin Yunita Kristanti
SURABAYA POST - Senin (8/11) dini hari lalu, sebuah bus berpenumpang 35 orang yang terdiri dari anak-anak hingga orang tua tiba di kawasan Perumahan Bumi Koperasi.

Tangis pun pecah tak terbendung. Pelukan hingga teriakan histeris membuat rumah di Jalan Lombok L/25 menarik warga sekitar.

Haru pun makin membuncah, kondisi 35 orang yang turun dari bus itu jauh dari gambaran orang berpergian. Tak ada barang bawaan, mereka hanya berbekal baju yang menempel di badan. 35 Orang itu adalah pengungsi Merapi yang meninggalkan lokasi pengungsian di Sleman, Jogjakarta.

Desa mereka yang berjarak 20 kilometer sudah dinyatakan tidak aman setelah letusan dahsyat Jumat dini hari pekan lalu.  Widodo, salah satu pengungsi menceritakan pengungsian seluruh keluarga Besarnya ke Sidoarjo tak pernah terbayangkan. Hingga, Jumat (5/11) terjadi luncuran wedhus gembel hingga dusunnya, “Saat kejadian kami semua sedang tertidur lelap. Saya yang terakhir menyelamatkan diri,” katanya sambil mengusap air mata.

Menurutnya, ia dan keluarganya serta sembilan orang saudaranya sempat terpisah di tiga lokasi pengungsian, yakni Condong Catur, Tirto Martani dan Seturan. Mereka yang terdiri dari Sembilan kepala keluarga (KK) ini mencoba saling menghubungi dan baru bisa kontak dan bertemu pada Minggu (7/11).

“Karena tercerai berai, rasa sedih di hati ini makin menjadi. Apalagi di pengungsian pun kami tetap was-was,” katanya.

Mereka pun berunding untuk menjadi satu di tempat pengungsian ibunya, Mardiyah Sosro Sukartono yang  berada di pengungsian Seturan, Depok, Sleman.

“Tapi kami berpikir anak-anak butuh ketetangan dan lingkungan yang lebih sehat,” tuturnya. Akhirnya dengan berbekal uang yang sempat di bawa dari rumah mereka nekat menyewa bus pariwisata untuk pergi ke Sidoarjo, di rumah saudaranya. Minggu (7/11) sore mereka pun berangkat tanpa bekal apapun, kecuali baju yang dikenakan masing-masing.

“Lebih baik kami berdesakan di rumah ini daripada harus takut setiap hari,” tegasnya.

Kelegaan pun merekah, karena warga sekitar Titin Wahyuni, pemilik rumah yang merupakan putri ke tujuh keluarga Sosro mau membantu. Dua rumah kosong, milik Elsa dan Yamin dipinjamkan untuk menampung mereka.

Tak hanya itu, sumbangan pakaian hingga makanan mengalir. “Saya sangat berterima kasih. Tak tahu saya harus membalas dengan apa,” ujar Titin.

Keluarga besar ini rencananya akan menunggu hingga Merapi dinyatakan aman. Meski demikian mereka mengaku tidak ingin pindah menjadi warga Sidoarjo. “Kami akan kembali ke dusun kalau sudah diperbolehkan,” kata Widodo.

Di rumah saudara, selain melakukan kegiatan sehari-hari mereka juga terus memantau perkembangan Merapi. Apalagi, tiga anggota keluarga mereka terpaksa ditinggal tinggal di pengungsian Desa Tirto Martani Kalasan, untuk menjaga rumah dan harta benda yang ditinggalkan.

“Semoga cepat berakhir, kasihan anak-anak tidak bisa sekolah,” tuturnya.

Oleh: Hari Istiawan
• VIVAnews

1 komentar: